Skip to main content

Bukan Sebuah Keharusan



Bukan sebuah keharusan bagiku untuk memulai sesuatu ketika aku melihat gerejaku menjadi tidak bergairah dalam hidup mengerejanya. Tetapi mengapa aku menjadi terkesan dan tertantang untuk memulai sesuatu di gerejaku ketika aku melihat suatu hal yang terasa hambar dalam hidup mengerejaku. Apakah ini titik balik atau dalam alam bawah sadarku aku melihat sesuatu yang bermakna di dalamnya. Suatu syair indah yang mengalun dalam sebuah kemegahan dan menyadar dalam sinar yang temaram.
Alunan lagu megah membahana dalam ruang yang hampa. Lagu itu tidak pernah ada penikmatnya. Lagu indah itu kemudian menjadi hambar. Tidak terasa megah lagi dan akhirnya menjadi basi. Sementara di sekelilingnya banyak yang mendambakan lagu itu untuk dinyanyikan dalam balutan rasa yang seharusnya. Sejurus kemudian aku terpesona dengan buaian mimpi. Dimana mimpi itu ingin dinyatakan dalam rasa yang tak pernah sirna. Gerejaku yang megah menjadi tonggak simbol kebangkitan iman, dan menjadi gerakan bangkitanya spiritualitas hidup mengereja yang hancur diterpa barbagai bencana.
Tuhan aku ingin bergerak. Tuhan aku ingin semangat itu kembali. Tuhan aku ingin masa kecilku yang berkembang dan bertumbuh di lingkungan gerja kembali. Itulah teriaku dalam doaku. Tanpa sadar sejenak aku teringat masa kecilku. Ya ketika aku di terima di dalam lingkungan gereja dengan ramah tanpa ada kecurigaan sedikitpun. Aku juga ingat ketika aku salah bukan di benci dan dimarahi, melainkan aku di dukung, dididik, dan makin disayangi. Saat itu tumbuhlah kekagumanku pada sesosok figure seorang pastor yang menyayangi, melindungi, membimbing, dan menjadi peneguh panggilanku.
Seiring waktu berlalu aku merasa yakin bahwa didalam gerejalah imanku tumbuh dan berkembang. Iman yang menjadi buah dan menjadi bagian dari sebuah perjalanan pewartaan iman. Tapi semuanya kini berubah. Banyak kecurigaan dan banyak pertentangan sekembalinya aku dari pertapaan. Entah mengapa ketika aku di pertapaan itu aku melihat banyak hal yang mengecewakan. Aku melihat gambaran wajah gereja yang amburadul dan banyak pertapanya yang menghamba pada Tahta, harta, dan Wanita. Tetapi aku takut untuk tidak setuju pada hal-hal itu. Wajah buruk itu seakan menjadi tampan ketika aku berasama dengan pertapa yang lain. Wajah penuh Koreng berbau busuk itu seakan menjadi wangi bak parfum mahal, padahal semua itu hanya kosong dan semu.
Waktupun berlalu bisikan itu kembali datang. Dengan format yang berbeda. “Jadilah Rasul….!” Begitu kata terdengar jelas meski hanya berbisik di telingaku. Apa yang di maksud dalam bisikan itu aku sendiri tidak tahu pasti. Aku hanya tahu bahwa aku ingin pendamping yang setia dan tanpa kenal lelah. Kembali suara itu datang “ aku akan bersama kamu dan memberikan semua yang kamu butuhkan. Aku masih belum paham apa yang di maksud dengan suara itu. Aku masih bingung dan tidak paham dengan semua itu.
Dalam titik tertentu aku sadar suara itu adalah suara hatiku. Suara yang mengajak aku untuk kembali bersemangat dalam hidup mengereja. Meski sebenarnya ada agenda lain dalam hati dan benakku tetapi suara itu terus mengajak aku untuk kembali bersemangat. Lalu aku berpikir bahwa bukan apa yang aku dapat dari gereja melainkan apa yang dapat ku berikan. Jawabku adalah yang dapat ku berikan adalah semangat dan tenagaku meski aku masih berpikir mengenai aku yang belum mampu.

Mitro Saat sedang berpikir

Popular posts from this blog

Lik Mitro Mapor

KEMBALI JAUH DARI YANG KUSAYANG

       Kembali jauh dari yang ku sayang ini judul dari tulisanku kali ini setelah sekian lama vakum menulis di blog ini. Sekian lama vakkum menulis terasa kagen juga. Itung-itung mengasah hobi masa lalu. kecintaanku dalam dunia menulis ternyata sungguh membuat aku rindu. entah bagaimana akhirnya Tuhan mengijikan aku menulis kembali. Sekarang ini aku mencoba menuangkan lagi kisahku jauh dari mereka yang aku sayang.          Awal kisah ini, saat masih berjuang sendirian di kota Jogja saat aku jatuh, dan akahirnya sedikit demi sedikit aku mampu untuk bangkit dan menapak kehidupan baru bersama mereka yang aku cintai dan sayangi. di kota Jogja tanah kelahiranku aku memeulai sesuatu yang baru. Kembali bangkit dan jatuh kembali. Bangkit dan jatuh lagi adalah suatu hal yang sudah puas kualami di kota Jogja. namun aku selalu berhasil untuk sabar karena mereka yang ku cinta dadn sayang selalu bersamaku.          Kini saat ...

Limbah Pizza Hut Jl. Sultan Agung, Ganggu Warga Sentul Rejo

mitromoto.blogspot.com|19-12-2015|| Tidak di ragukan lagi bahwa suasana usaha dan investasi bidang kuliner di Jogja semakin marak di tengah gencarnya promosi pariwisata Jogja. Namun kenyataan ini tak jarang mempunyai efek yang secara signifikan mengangu masyarakat di sekitar lokasi usaha yg di bangun. Kenyataan ini terjadi di daerah Sentul Rejo lebih tepatnya di Gang Rode hingga kekampung Sentul Rejo bagian belakang Waralaba Pizza Hut di Jalan Sultan Agung. Gang Rode adalah gang yang dilalui oleh pipa pembuangan limbah dari restoran ini. Limbah yg berbau busuk dibuang melalui pipa menuju saluran pembuang jaman Belanda yg sudah sangat usang. Karena usia dan kondisi saluran kuno ini terkadang tidak dapat menampung limbah dari restoran ini yang akibatnya sering meluap ke jalan kampung dengan menebar bau busuk. Didik mantan RT di kampung tersebut yang paling parah terdampak oleh luapan tersebut, karena rumah yg ia tempati pas di depan bak kontrol saluran jaman Belanda yg sering meluap....