Tak ada satu manusia pun yang menginginkan perahu rumah tangganya terguncang atau bahkan hancur terkena badai begitu juga aku. Ya, tak satupun aku juga tidak menginginkanya Tapi kalau udah namanya nasib ya mau digimanakan lagi, ya harus diterima dengan tabah dan lapang dada, meski rasanya sesak dan tak tertahankan.
“ Tak ada manusia yang terlahir sempurna” sepenggal syair itu mengingatkan aku betapa aku tidak sempurna dan rapuh dihadapan Tuhan. Awalanya aku begitu angkuh untuk bertahan dengan segala kemampuan dan kepiawaianku untuk meyakinkan orang bahwa aku adalah orang yang bisa dan mampu bekerja. Masalah itu muncul saat aku mulai meninggalkan gereja, kegereja? Ahh,... berdoa dalam hati menyebut nama Tuhan Yesus aja aku tak sempat, yang ada di kepalaku adalah kerja, duit dan nabung untuk nikah. Ku kira aku mampu! Ternyata itu hanya cerita kosong belaka, khayalan tingkat tinggi! Semua manusia itu nggak ada yang sempurna, tidak ada superman, superhero, yang ada manusia lemah nggak punya apa-apa selain pasrah pada penyelenggaraan Tuhan.
Saat itu mengginjak dua tahun aku bekerja di sebuah perusahaan kontraktor bangunan, dari awalnya pamankulah yang mengenalakan pada bosku ini, maklum pamanku kan seorang guru agama yang cukup senior di gereja kami. Awal pekerjaan aku masih belajar apa itu bangunan, dan bagaimana harus di kerjakan, maklumlah itu bukan bidangku. Meski bukan bidangku,karena tuntutan perut setelah aku mengundurkan diri dari perusahaan lama, akhirnya aku terlibat dan terjebur dalam dunia bangunan. Semua lancar uang, fasilitas dan kepercayaan penuh dari bos untuk menjalankan bisnisnya itu padaku. Waktu pun berjalan, dari Lampung, Palembang, Jambi, hingga Malaysia proyek yang aku tangani. Hidupku senang, banyak teman dan banyak orang yang baik padaku karena aku tangan kanan bos dan tanpa aku mereka nggak akan dapat uang.
Kenyataan itu tak bertahan lama, setahun sudah belalu dari kegelimangan harta dan fasilitas, kembali aku ditempatkan di kantor pusat. Perbaikan sistem manajemen dilakukan bos. Proyek diawasi dengan sungguh, itu juga buah pikiranku. Calon istriku di tempatkan sebagai administrasi proyek di kantor. Pengawasan dilakukan dengan teliti. Tujuannya adalah agar perusahaan lebih maju dan profesional. Ternyata hal itu justru membuat aku menjadi orang yang paling dimusuhi dan dibenci oleh teman kerja. Satu per satu, yang menjadi penghalang majunya perusahaan dibuang bos. Tak satu orangpun yang berani membatah bos. Tak seorangpun yang mampu melawan kehendak bos. Tak terkecuali aku.
Tak lama dari itu bos mengatakan hal yang selama ini aku tunggu. “ Jo lo kalau mau nikah silahkan, jagan kwatir aku yang bantu biayanya” berbunga hatiku ketika bos memberikan restu pada pernikahanku dan berjanji untuk membiayainya. Semua aku siapkan, surat-surat dan segala sesuatunya aku persiapkan sendiri bersama tunanganku yang sebenarnya tidak di setujui oleh kedua orang tua kami. Bagi aku dan Rani calon istriku adalah kebanggaan jika kami bisa mewujudkan cita-cita untuk menikah dengan mandiri. Tapi lacur yang terjadi. Setelah waktu dan tanggal kami siap dapatkan dan semua telah dipesan. Prahara itu mulai ditiupkan oleh seribu setan. Bos lupa dengan janjinya dan bahkan mulai terus mengungkit masalah-masalah yang telah lalu proyek yang dari awal bermasalah hingga akhirnya modal usaha bos mandek disana adalah awal dari semua masalah. Pernikahankupun terancam batal dan bahkan hari-hariku bersama Rani dihiasi air mata dan caci maki hingga acaman untuk membatalkan pernikahan kami.
Tuhan berkehendak lain. Pernikahan kamipun terwujud pada tanggal 24 April 2010 yang lalu dan ternyata itulah awal bencana dalam bahtera kami. Pesta meriah diadakan di rumah, organ tunggal,makanan berlimpah dan undangan bersukacita, namun ironis pernikahan kami diresmikan di gereja tanpa sedikitpun hiasan di altar kosong tak ada hiasan dan bahkan tak satupun kemeriahan yang kami rasa. Bahkan sempat terpikir apakah ini hanya formalitas? Yang akan melegalkan hubungan aku dan Rani, ah mungkin ini hanya pikiranku saja pernikahan yang terwujud itu meninggalkan segudang duka dan air mata. Dimalam pertama kami tak sedikitpun ada rasa bahagia. yang ada hanya air mata. Uang sumbangan dari kawan-kawan diambil simbok. Bahkan kami masih meninggalkan hutang yang dalam jumlah cukup besar bagi karyawan seperti aku. Rasanya dunia ini hancur ketika aku tahu dari Rani jika ternyata uang yang ada selama ini adalah pinjaman dari bos yang katanya adalah bantuan biaya. Ternyata pula salon yang katanya akan dilunasi simbok uangnya justru entah kemana aku sendiri tidak tahu.
Bumiku tak lagi dapat berputar. Aku hanya mampu terdiam dan tak ada lagi jiwa yang tenteram dalamku. Aku ingin berteriak namun aku tak sanggup. Aku ingin bebas namun aku terbelenggu. Hiupku yang bergelimang tawa kini muram dan tak bersudut. Ditambah lagi aku teracam di pecat karena aduan seribu setan proyek yang masuk ke telinga bos. Acaman itu tetap tergiang hingga sekarang “ Jo kamu nggak punya mata, atau sengaja menghacurkan aku, kamu sudah punya kesalahan besar masih juga memperlambat bangunan itu, sebenarnya aku bisa pecat kamu meski kamu punya utang banyak ya.....!” kata bosku dengan amat murkanya ditelefon. Mengapa semuanya berbalik. Aku yang disanjuang jujur dan membela bos mengapa sekarang justru bos ingin aku berhenti kerja darinya, padahal aku sendiri tidak mengerti apa masalah yang sekarang aku hadapi.
Nasib telur diujung tanduk yang aku alami saat ini. Hidupku berantakan, hidupku penuh penyesalan yang terlambat. Aku bukan tak cinta dan tak sayang lagi dengan istriku. Sekarang dia sedang mengandung anak pertamaku, semakin lengkap sudah penderitaanku semakin beratlah beban hidupku. Aku ingin meninggalkan dia tapi bukan karena aku tak lagi sayang denganya. Aku berat hidup berdua karena aku takut sebentar lagi aku jadi penganguran. Apa yang akan aku banggakan, apa yang akan aku berikan kepadanya ketika aku terpuruk dan hancur.
Teringat ketika aku dan Rani awal pacaran. “ apa kamu masih mau jadi istriku atau pacarku ketikan aku kere?” tanyaku “ apapun kamu dan siapapun kamu aku siap mendampingimu kapanpun” jawab Rani. Sungguh aku tak menyangkan aku mendapat jawaban itu dan ternyata, setelah itu aku semakain terpuruk dan dan semakin hancur lebur meski ada sedikit hiburan waktu itu tapi tak berjalan lama dan justru keterpurukan itu semakin menghantuiku. Aku ketakutan dan aku benci dengan keadaan ini. Meski demikian kenyataanya aku tetap tabah meski badai itu menghatam bertubi-tubi.
Kenyataan yang menyesakkan itu akhirnya berlalu sudah, masalah yang awalnya menjadikan aku bola yang paling enak untuk di lempar kesana dan kesini kini menjadikan aku lebih tegar untuk melangkah maju. Aku sendiri tidak takut lagi menetang bahaya asal keluargaku selamat. Pangeran kecilku kini mengisi hari hariku dengan tawa dan celoteh dan tangisnya. Hari-hariku semakin indah dan lengkap karena kehadiranya membawa sejuta rasa bahagia. Sedikit-demi sedikit masalahku mulai dapat diselesaikan, proyek yang kutangani mulai menampakan hasilnya dan memulihkan kepercayaan bos kepadaku. Dan aku sendiri mulai yakin bahwa aku mampu untuk mengubah hidupku. Namun ada sedikit ganjalan di hatiku apakah perusahan bos mampu survive dengan kondisi salah satu cabang proyeknya yang dipegang oleh salah satu rekan kerjanya terancam kehabisan dana karena ada kesalahan strategi marketingnya? Mungkin ini adalah pekerjaan rumah buatku ataukah aku harus melepaskan semuanya karena ini bukan bagianku?
Den sumitro wanci : kemis, 24 februari 2011, 18.30wib